Sejarah Lengkap Pasar Terapung Lok Baintan Banjarmasin [Part I]

pasar terpaung, wisata banjarmasin, wisata banjar, sungai kuin, muara kuin

PASAR terapung adalah pasar yang berada di tepi Sungai Barito, tepatnya berada di dua kelurahaan yakni Kelurahan Kuin Utara meliputi Muara Kuin dan Sungai Kuin. Selanjutnya, di kawasan Kelurahan Alalak Selatan, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin.

Kini, pasar ini menjadi salah objek wisata yang ditawarkan Pemkot Banjarmasin. Hal ini dikarenakan, karakteristik pasar yang berada di atas sungai dengan para pedagang yang kebanyakan berjualan sembako dan sayur mayur.

Kapan pasar ini telah ada? Menurut penuturan salah seorang keturunan Khatib Dayan–ulama Kerajaan Banjar– bernama Syarif Bistamy SE, keberadaan Pasar Terapung memang tak lepas dengan berdirinya Kerajaan Banjar sekitar tahun 1595. Namun, Syarif yakin berdasarkan dari catatan sejarah yang dimiliki keluarganya bahwa Pasar Terapung itu berdiri atau sudah ada sebelum berdirinya Kerajaan Banjar.

Dimana, menurut Syarif, kawasan Pasar Terapung merupakan bagian dari pelabuhan sungai yang bernama Bandarmasih. Pelabuhan sungai ini meliputi aliran Sungai Barito, dari Sungai Kuin hingga Muara Sungai Kelayan, Banjarmasin Selatan.

Saat itu, pengelolaan pelabuhan sungai ini diserahkan ke Patih Masih dan Patih Kuin. Dua 'penguasa' bersaudara yang dipercaya Syarif dan sebagian masyarakat Kuin merupakan keturunan dari hasil perkawinan (asimilisasi) antara suku Melayu yang berdiam di pesisir (tepi sungai) dan suku Dayak terutama dari subetnis Ngaju.

Selanjutnya, pelabuhan Kuin ini diberinama Bandarmasih atau kotanya orang Melayu. Nah, keberadaan Pasar Terapung turut mengembangkan roda perekonomian sebelum Kerajaan Islam Banjar berdiri. "Dari penuturan orang tua dan catatan yang ada, Pasar Terapung memang merupakan pasar yang tumbuh secara alami.

Sebab, posisinya yang berada di pertemuan beberapa anak sungai menjadikan pasar ini menjadi tempat perdagangan," ujar Syarif Bistamy, saat ditemui di kediamannya di Jalan Kuin Utara, Banjarmasin Utara, belum lama ini. Pria yang mengaku keturunan ke-13 dari Khatib Dayan ini menuturkan kebanyakan para pedagang yang beraktivitas di Pasar Terapung berasal dari Tamban, Anjir, Alalak, Berangas dan sebagian lagi orang Kuin sendiri.

"Jadi, pasar ini sudah ada sejak abad ke-14. Pokoknya, sebelum Kerajaan Banjar berdiri," tegasnya. Menurut Ayip–sapaan akrab pria ini, kalau ditarik garis merah, hubungan antara Pasar Terapung dengan ditemukannya 'Pangeran Terbuang' dari Kerajaan Negara Daha (kini berada di daerah Nagara, Kabupaten Hulu Sungai Selatan) sangat erat.

Sebab, sebelum Sultan Suriansyah diangkat menjadi Raja Banjar, ia dikenal sebagai nelayan atau pencari ikan yang menjual hasil tangkapannya–biasanya daerah 'perburuannya' di kawasan Blandaian (Alalak)– ke Pasar Terapung. "Ketika itu, namanya asli dari Sultan Suriansyah ini adalah Raden Samudera atau lebih dikenal dengan sebutan Samidri," terangnya.

Saat menjual hasil tangkapan ikan sungainya ini, sang Sultan kecil ini selalu bertemu dengan Patih Masih. Ketika itu, diperkirkan usia Raden Samudera sekira 14 tahun atau masih remaja. Namun, Patih Masih curiga jika Raden Samudera atau Samidri ini bukan orang sembarangan.
Dugaannya, remaja ini adalah keturunan raja atau Pangeran yang terbuang akibat 'kudeta' kekuasaan oleh pamannya, Pangeran Tumenggung di Negara Daha. "Karena sering bertemu di Pelabuhan Bandarmasih atau setidaknya Pasar Terapung, Patih Masih yakin bahwa Samidri tersebut merupakan pangeran yang terbuang tersebut," tutur Ayip.

Pasar Terapung awal 1900-an dengan latar belakang Muara Kuin dan Pulau Alalak Untuk meyakinkan dugaannya, saat itu Patih Masih langsung mengumpulkan 'penguasa' dari beberapa pelabuhan yang ada yakni Patih Balit dari Alalak, Patih Muhur dari Anjir, dan Patih Kuin (adiknya sendiri) untuk mengundang Samidri ke sebuah pesta makan.

Dengan taktik memabukkan Samidri yang ketika itu diberi arak, rahasia yang tersembunyi itu pun berhasil dibongkar dari mulut 'Pangeran Terbuang' ini. Nah, sejak usia 14 tahun itu, Samidri langsung didaulat dan diangkat menjadi Raja Banjar atau Raja Bandarmasih. Hal ini karena bagi keempat patih tersebut dalam darahnya masih mengalir tutus raja. "Saat itu, Pasar Terapung dan Pelabuhan Bandarmasih sangat maju.


Ini jika dibandingkan pelabuhan dagang yang ada seperti di Marabahan (Kabupaten Barito Kuala) atau di Sungai Nagara sendiri, tempat kerajaan kakeknya Sultan," tutur Ayip. Menurut Ayip, keberadaan Pelabuhan Bandarmasih dan Pasar Terapung juga tak lepas dari berkembangnya Kerajaan Banjar baik secara ekonomi maupun politik

Page: 1   2  

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.