Menengok Lebih Dalam Museum Wasaka di Banjarmasin

museum wasaka banjarmasin, sejarah banjarmasin, kalsel, musem sejarah
Museum Wasaka Kalimantan Selatan
SEPUTARBANJARMASIN.COM - Museum Waja Sampai Kaputing (Wasaka) punya koleksi seribu item. Karena keterbatasan tempat, separuhnya terpaksa masuk gudang. Pemerintah harus turun tangan agar semua koleksi itu bisa dinikmati masyarakat.

KAMI tiba di Museum Wasaka kepagian. Pintu rumah model Bubungan Tinggi di Jalan Kampung Kenanga Kelurahan Sungai Jingah itu masih terkunci rapat. Sembari menunggu pengelola museum datang, saya dan Wahyu Ramadhan, fotografer Radar Banjarmasin, ngobrol dengan Mansyah, 60 tahun.

Ia sudah tinggal di Banua Anyar selama tiga dekade terakhir. Mansyah kini menjadi juru parkir museum. Salah satu ulah pengunjung yang sering dilihatnya adalah melarutkan sesajen di dermaga kelotok depan museum.

Sesajen berupa makanan, buah-buahan atau kembang dilarutkan begitu saja di Sungai Martapura. “Urang Banjar menyebutnya melabuh. Perkara gaib kan masuk rukun iman. Bagi sebagian orang Islam melabuh tak masalah,” ujarnya.

Seingatnya, sebelum dibeli pemerintah untuk menjadi museum, rumah Banjar itu milik saudagar kaya setempat. "Milik seorang haji. Tapi dulu kondisinya memang sudah rusak. Hanya rangkanya saja yang masih bagus," ingatnya.

Sekitar setengah jam, petugas museum dari Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kalsel akhirnya datang. Setiap hari museum ini dijaga lima orang. Dua orang sebagai pemandu, tiga orang untuk kebersihan dan keamanan. Saya bertemu Fahma, 33 tahun, pemandu museum.

Wasaka dikhususkan untuk menyimpan benda-benda penting dari masa pergolakan kemerdekaan. Dari 17 Agustus 1945 sampai 17 Mei 1949, proklamasi Kalsel sebagai bagian dari Republik Indonesia yang baru lahir. Banyak koleksinya merupakan sumbangan dari keluarga pejuang. "Merasa tak sanggup merawat, mending diserahkan kemari," ujarnya. Sisanya, didapat dari pencarian tim museum.

Wasaka diresmikan Gubernur Kalsel, HM Said pada 10 November 1991. Awal dibuka, koleksi museum ini hanya 77 item. Sekarang, jumlahnya sudah mendekati seribu item. Namun, karena keterbatasan tempat, hanya separuh yang bisa dipamerkan. "Separuhnya lagi kami simpan di belakang," tukasnya.

Karena status rumah Banjar ini cagar budaya, perluasan bangunan jelas dilarang. Solusi lain, jumlah sekat ruangan dan lemari penyimpanan di dalam museum harus ditambah. "Masih ada ruang kosong yang bisa dimaksimalkan," harap Fahma.

Dalam sebulan, Wasaka menerima rata-rata dua ribu pengunjung. Kebanyakan rombongan pelajar dan mahasiswa. Pengunjung membeludak pada akhir pekan. Dan sepi selama bulan Ramadan. Lantas, adakah tokoh Kalsel yang pernah kemari? Ia menyebut nama Gubernur Kalsel, Sahbirin Noor.

Sahbirin ke Wasaka untuk napak tilas, sepulang dari monumen perjuangan Hassan Basry di Loksado, Hulu Sungai Selatan. "Tapi waktu itu Paman Birin belum dilantik jadi gubernur," ujarnya.
Koleksi terpenting adalah barang-barang pribadi Bapak Gerilya Kalsel, Hassan Basry. Antara lain sebilah belati, keris, piring keramik tempat makan Hassan, dan baju rajah. "Ibarat jam tangan yang sudah menyatu, lupa terpakai, rela pulang ke rumah untuk mengambil. Nah, begitu pula barang-barang ini. Tak pernah lepas dari badan Pak Hassan," jelas Fahma.

Barang yang disebut terakhir, baju rajah, merupakan daleman model singlet. Dijahit dari kuin kuning dengan banyak rajahan huruf Arab. "Bagi mereka yang memiliki khadam (keyakinan), senjata magis bisa memberi kekebalan dari peluru," kisahnya.

Di ruang depan juga tersimpan mebel milik Hassan. Berupa meja dan kursi tamu dari kayu ulin dan rotan. Mebel inilah yang dipakai Hasan dan rekan-rekannya untuk menyusun strategi tentara ALRI Divisi IV. Mebel itu dibawa dari Desa Durian Rabung, Hulu Sungai Selatan. "Saya sampai bertanya-tanya, mengapa bukan Pak Hassan yang menjadi gubernur pertama Kalsel? Ia begitu dicintai masyarakatnya," kata Fahma termenu. (sb)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.